RSS

Awal Dari Perubahan (Gak Nyambung Deh Judul ma Isinya.....)

Siang yang tak begitu panas setelah membahas tugas bersama teman-teman sekelompok, aku dan teman ku Dewi dan Nuri bergegas menuju ketempat yang dapat memanjakan perut. Warung bu tuti, warung yang berada di salah satu daerah tembalang yang tak jauh dari kos Nuri sangat penuh dengan penikmat kuliner disana. Aku sangat terkejut, ternyata ditempat itu aku yang laki-laki sendiri. Tak apalah, tanpa rasa malu aku pun mengantri untuk dilayani.

Tak lama kemudian aku dilayani oleh seorang perempuan paruh baya. Ketika itu mataku tertuju pada baskom yang berisi sayur “oblok-oblok” dan sayur yang masih berada diatas tungku api. Begitu juga Dewi memesan nasi bungkus untuk dimakan di kos Nuri. Saking lamanya membungkus pesanan Dewi, aku dan Nuri mendahului ke tampat kos Nuri yang waktu itu aku ingin mengcopy bahan untuk membuat tugas salah satu mata kuliah ku.

Kunyalakan sepeda bermesin yang berwarna silver itu, dan mengikuti Nuri ke kos. Kami berhenti di sebuah rumah yang berwarna biru yang diapit oleh warnet dan mini market. Aku beranjak turun dari sepeda mesin ku. Aku menunggu Nuri mengambil buku elektroniknya dari dalam kos sambil duduk di teras depan rumah itu.

Tak berapa lama, ponsel ku bergetar, kuambil ponsel dan kulihat nomor yang menghubungi ku. Aneh rasanya, nomor itu nomor daerah Jakarta. Saat itu aku gak tau siapa yang menghubungi ku. Tanpa pikir panjang aku mengangkat panggilan itu. “Haloo..” sapa ku saat menerima telepon. Suara seorang cewek terdengar tak begitu jelas dari ponsel. “Haloo..benar dengan sodara bla..bla..bla..” Tanya cewek itu. Dengan nada sedikit rendah “iya… ini siapa ya??” Tanya ku. “ini bla..blaa.. dari Tempo Institute” jawab cewek itu. Aku tambah gak ngerti siapa yang menelpon ku. Aku menanyakannya kembali “maaf ini siapa?? “. “kami dari Tempo Institute” balasnya. Karena kurang yakin aku kembali menekankan “dari Tempo Instute??”. Aku merasa tidak pernah mempunyai kenalan dari tempo institute. Dia memberi informasi bahwa naskah esai ku yang sudah berminggu-minggu ku kirim termasuk 20 naskah terbaik. Saat itu juga aku tak bisa berkata banyak. Esai yang menurut ku bakal gak lolos justru mengalahkan 758 naskah yang lain. Aku gak percaya akan informasi itu. Tapi dia tetap meyakinkan ku bahwa esai ku lolos. Kemudian ia memberi informasi, kalo aku mendapat undangan untuk mengikuti Pelatihan Jurnalistik dan Leadership di Puncak Bogor selama 5 hari. Aku sangat bersyukur dan senang. Tapi aku justru bingung, apa mau diambil penawaran itu.

Beberapa detik setelah ku terima telpon itu, sampailah Dewi dengan sepeda mesin hitamnya dengan membawa bungkusan nasi. Saat itu juga keluarlah Nuri dari dalam kos dengan membawa buku elektroniknya yang mau digunakan buat mengopy bahan tugas kuliah. Ketika itu aku bercerita tentang kabar yang membahagiakan dan membingungkan buat ku. Setelah sedikit menjelaskan mereka mendukung ku untuk maju mengikuti pelatihan itu. “Kesempatan tidak datang dua kali. . .” kata Dewi dan diiyakan oleh Nuri. Aku berpikir sejenak. Dan memutuksan untuk maju mengikuti pelatihan itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar